Di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, muncul fenomena yang mengejutkan masyarakat: sebuah pagar laut misterius yang membentang sepanjang 30,16 kilometer. Pagar ini mencaplok wilayah pesisir yang meliputi 16 desa nelayan di enam kecamatan, dan keberadaannya telah menimbulkan berbagai masalah bagi masyarakat setempat, terutama para nelayan.
Keberadaan Pagar dan Dampaknya
Pagar yang terbuat dari bambu ini pertama kali dilaporkan oleh warga pada 14 Agustus 2024. Setelah laporan tersebut, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten melakukan investigasi dan menemukan bahwa pagar tersebut telah berkembang dari panjang awal 7 kilometer menjadi 30 kilometer dalam waktu singkat. Eli Susiyanti, Kepala DKP Provinsi Banten, menyatakan bahwa pagar ini mengganggu aktivitas nelayan, yang kini harus berputar jauh untuk mencari ikan, sehingga berdampak pada mata pencaharian mereka. Di kawasan tersebut, terdapat sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudidaya yang terpengaruh oleh keberadaan pagar ini.
Siapa Pemilik Pagar?
Meskipun pagar ini terlihat jelas dan mencolok, baik pemerintah daerah maupun pusat mengaku tidak mengetahui siapa yang membangunnya. Investigasi yang dilakukan oleh DKP bersama instansi terkait, termasuk TNI Angkatan Laut dan Polairud, tidak menemukan izin resmi untuk pembangunan pagar tersebut. Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Suharyanto, juga mengungkapkan ketidakpastian mengenai asal-usul pagar ini dan menyatakan bahwa Ombudsman sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Konteks Hukum dan Peraturan
Pagar laut ini berada dalam kawasan pemanfaatan umum yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023. Pagar tersebut mencakup zona pelabuhan laut, perikanan tangkap, pariwisata, dan pengelolaan energi. Keberadaan pagar ini berpotensi mengganggu rencana pembangunan waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Bappenas, serta mengancam hak-hak nelayan yang sudah ada sebelumnya.
Kerugian Ekonomi bagi Nelayan
Keberadaan pagar laut ini tidak hanya mengganggu aktivitas nelayan, tetapi juga menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan. Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyatakan bahwa kerugian yang dialami nelayan akibat pagar ini bisa mencapai Rp 8 miliar. Pagar ini menghalangi akses nelayan ke laut, sehingga mereka harus mencari rute yang lebih jauh untuk menangkap ikan. Hal ini tentu saja berdampak pada pendapatan mereka, yang sudah tertekan oleh berbagai faktor lainnya.
Investigasi dan Tindakan Pemerintah
Pemerintah, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), telah melakukan penyegelan terhadap pagar laut tersebut. Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL), Kusdiantoro, menegaskan bahwa pemanfaatan ruang laut tanpa izin merupakan pelanggaran hukum. Investigasi lebih lanjut sedang dilakukan untuk menelusuri siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar ini. Ombudsman juga terlibat dalam penyelidikan untuk memastikan tidak ada maladministrasi dalam proses perizinan.
Dampak Lingkungan dan Sosial
Pagar laut ini tidak hanya berdampak pada ekonomi nelayan, tetapi juga berpotensi merusak ekosistem laut. Aktivitas pemagaran yang tidak teratur dapat mengganggu keanekaragaman hayati dan mengubah fungsi ruang laut. Dwi Sawung, Manajer Kampanye Tata Ruang dan Infrastruktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), mengungkapkan bahwa pagar ini bisa jadi merupakan bagian dari proyek reklamasi yang lebih besar, yang berpotensi merugikan masyarakat pesisir.
Harapan Masyarakat
Masyarakat pesisir berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka menginginkan kejelasan mengenai pemilik dan tujuan pembangunan pagar ini, serta perlindungan terhadap hak-hak mereka sebagai nelayan. Dengan tidak adanya kejelasan mengenai pemilik dan tujuan pembangunan pagar ini, masyarakat berharap agar pihak berwenang segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah ini dan memastikan keberlanjutan aktivitas perikanan di wilayah tersebut.
Fenomena pagar laut misterius di Tangerang ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir dan perlunya perhatian lebih dari pemerintah untuk melindungi hak-hak nelayan. Dengan tidak adanya kejelasan mengenai pemilik dan tujuan pembangunan pagar ini, masyarakat berharap agar pihak berwenang segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan masalah ini dan memastikan keberlanjutan aktivitas perikanan di wilayah tersebut. Keberadaan pagar ini menjadi simbol dari kompleksitas masalah yang dihadapi oleh masyarakat pesisir, yang sering kali terpinggirkan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan sumber daya laut.